Minggu, 10 April 2016

Tiga.

Kurang lebih sebulan yang lalu.

Saya merasa sedih yang sedikit egois. Sahabat saya, sebut saja dia si A, akan segera mengakhiri masa lajangnya. Saya mendengar kabar baik itu dari pesan yang disampaikan sahabat saya yang lain, sebut saja si E. Jadi ceritanya kami bertiga ini bersahabat dan saya satu-satunya yang paling cantik.

Dulunya, kami bertiga sering bersama. Sama dalam arti ketemu bareng, cerita-cerita, makan, atau sekedar duduk kosong saja. Kami mengenal baik satu sama lain. Begitupun keluarga kami, sudah saling tahu kami bersahabat. Layaknya orang dekat, sahabatan ya seperti itu bukan?

Dalam hubungan persahabatan laki-laki dan perempuan itu tidak jauh dari melibatkan perasaan-perasaan, anak kekinian sekarang menyebutnya baper.
Ya, saya juga tahu itu. Tapi di lingkaran kami, sekalipun ada itu sudah jauh tersingkirkan.

Oke balik ke paragfraf pertama.
Saat mendengar kabar baik itu, saya bersyukur alhamdulillah akhirnya salah satu dari kami selangkah lebih berani. Berani dalam arti menapaki hidup yang lebih serius. Menikah bukanlah hal yang mudah, bukan?
Saya bahagia, percaya saya bahagia. Yang membuat saya sedih, kenapa saya harus mendengarnya dari orang lain? Meskipun yang menyampaikan di sini bukan orang lain, tapi sahabat kami sendiri.
Iya, saya sedikit kecewa. Saya sempat merasa saya tidak dianggap. Saya bukan siapa-siapa. Tapi saya berusaha membendung perasaan itu.
Saya akui, belakangan dengan si A ini saya jarang komunikasi sejak dia sibuk, dia memang sangat sibuk. Juga sibuk bersama Nyonyanya. Tidak apa, saya mengerti.

Pada hari lamarannya, saya tahu di situlah puncak dari rasa sedih dan bahagia saya.
Di hari bahagia menuju bahagia sesungguhnya, saya tidak berada di dekatnya. Saya menangis. Bahkan saya sempat tidak berharap ada di tengah-tengah bahagianya nanti.
Dia saya anggap sedikit keterlaluan, melupakan sahabatnya sendiri. Tidak ada kabar sama sekali. Persahabatan macam apa ini?
Sampai pada puncak kekesalan saya, si E juga kena batunya.

Singkat cerita, saya membiasakan diri. Si E dan teman-teman lainnya berusaha membuat saya lebih positif "sabar saja, mungkin dia tidak bermaksud seperti itu. Mungkin lantaran sibuk jadi tidak sempat mengabari."
Kira-kira seperti itulah kalimat-kalimat penenang yang akrab di telinga saya pada saat melewati fase-fase sedih itu.

Sampai akhirnya si E berusaha mempertemukan kami berdua. Kemarin malam, tepatnya.
Malam hari yang dingin karna habis turun hujan yang cukup deras, rintiknya pun masih terasa. Tetapi sedingin-dinginnya malam kemarin, jauh lebih dingin bawaannya ketika dua orang yang katanya sahabat bertemu. Sedikit kaku, namun si E dan my closefriend inisial M cukup bisa diandalakan mencairkan es batu. Haha.

Jadiii, alhamdulillah saya merasa lega dan bahagia sekali akhirnya bisa ngobrol lagi. Melepas kaku kekakuan yang sempat tercipta.

Berhubung waktu sudah agak malam, saya pamit pulang duluan.

"Eh nanti saya antar nah ke acara akad nikahnya. Nanti foto nah, nanti fotoki nah. Bertiga *sambil mengangkat jari-jari kananku menunjukkan angka 3* 😂

Dia? Mengangguk dengan senyum yang sudah saya kenal lama sejak dulu.

Rasanya?
Bahagia. Lega.

Sedih yang kemarin itu cuma saya yang lebay! Mungkin, karna saya satu-satunya yang paling cantik di sini. Hehe.

Oh God, can't wait for next weekend 🙏

Selasa, 01 Maret 2016

I'm back

Assalamu'alaikum.
Halooo 😁😂
Saya tidak tahu, apa masih ada yang baca tulisan saya atau tidak.
Ada ataupun tidak ada, kalau saya ingin menulis, saya akan tetap menulis.
Haha .. ini belum ya.
Pena saya telah sadar dari koma setelah hampir setahun lebih sepertinya. 

Niat tidak akan jalan sebagaimana mestinya, kalau pun setengah-setengah saja. Apalagi komitmennya ga kuat.

Udah ah, nanti aja nulisnya.
Kan malasnya kumat lagi.
Bye 👻